Islam adalah agama yang sangat menjaga kehormatan wanita. Terbukti dengan adanya jilbab/baju kurung dan diwajibkannya kerudung adalah salah satu bentuk nyata ajaran islam untuk menghormati wanita. Karena sebagian besar tubuh wanita adalah aurat jadi wanita yang menyatakan dirinya sebagai seorang muslimah mau tidak mau harus bertakwa dan menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan benar yang salah satunya adalah dengan memakai kerudung apabila hendak pergi keluar rumah sehingga mereka mudah dikenali dan dianggap wanita baik-baik sehingga dapat mencegah godaan dari para pria hidung belang.
Berbeda lagi dengan cadar/niqob atau penutup wajah. Cadar tidak hanya menjaga kehormatan wanita tapi juga sekaligus merendahkan martabat mereka. Kebanyakan wanita muslimah yang mengenakan cadar khusunya di arab saudi (para pengikut wahabi) adalah dalam keadaan terpaksa. Karena mereka disana mengira memakai cadar adalah kewajiban dari syari'at islam dan telah secara terang-terangan menyatakan berdosa/haram bagi mereka muslimah yang hanya berkerudung dengan menampakkan wajah pada saat bepergian.
Apabila mereka yang mewajibkan cadar (terutama pengikut wahabi seperti Persis dikota saya) berkeyakinan tubuh wanita keseluruhannya adalah aurat yang menghasilkan syahwat bagi lelaki yang memandangnya, itu artinya sama saja dengan mereka berkeyakinan bahwasannya wanita diciptakan hanyalah sebagai alat pemuas nafsu belaka. Lalu apa bedanya mereka dengan perilaku orang-orang pada jaman jahiliyah dahulu kala yang sangat merendahkan wanita?
Ternyata pemakaian cadar/niqob dan burqo terhadap muslimah pun mempunyai banyak mudharot yang diantaranya sebagai berikut;
Apalagi tata cara bercadar yang benar adalah hanya dengan memperlihatkah satu bola mata yang sebelah kirinya saja. Hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatan pada mata. Karena mengenakan cadar dengan hanya memperlihatkan salah satu bola matanya dan menyembunyikan bola mata lainnya, hal ini akan mengakibatkan penyakit pada mata yang disembunyikan terlalu lama yang akan menyebabkan mata menjadi sakit dan minus.
Menutup wajah dengan kain cadar/niqob serta burqo yang mana dapat menghalangi hidung untuk menghirup oksigen yang cukup dapat mengakibatkan kinerja kerja otak tidak berjalan secara efektif dan maksimal. Sehingga merekapun yang memakainya akan menjadi telat dalam berfikiran kritis, kurang maksimal dalam menangkap pelajaran, dsb.
Menutup wajah dengan kain cadar/niqob serta burqo, apabila mempunyai suatu penyakit misalnya saja influenza/batuk, akan sukar sekali sembuhnya. Karena kain yang dipakai untuk menutupi wajah pada muslimah menjadikannya sebagai wabah penyakit, karena mengandung baksil yang akan dihirupnya berulang kali.
Pemakaian dengan burqo yaitu menutupi seluruh tubuh muslimah tanpa terkecuali dapat mengakibatkan susah dikenali. Betapa tidak? Sebagai contoh, apabila para muslimah ke sekolah diwajibkan memakai seragam dalam bentuk burqo, pastinya mereka akan sangat kesulitan untuk mengenali teman sesama muslimahnya, toh wajah mereka ditutup 100%.
Pemakaian dengan burqo yaitu menutupi seluruh tubuh muslimah tanpa terkecuali dapat mengakibatkan susahnya mendapatkan jodoh. Toh siapa juga pria yang mau dengan wanita muslimah yang mana wajahnya saja tidak diketahui apakah itu cantik atau tidaknya, selera/cocok atau tidaknya. Sekalipun muslimah yang memakai burqo mendapatkan jodoh! Saya yakin mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya.
Mereka yang mewajibkan cadar punya dalil tentang cadar yang tertera pada kitab suci Al Qur'an Surat Al Ahzab ayat 59 yang isinya sbb:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
”Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.”
Ayat tersebut dilihat dari sisi manapun sama sekali tidak menunjukkan kepada kewajiban menutup wajah, baik secara tekstual (manthûq) maupun secara kontekstual (mafhûm). Di dalamnya tidak terdapat satu lafazh pun, baik secara lepas maupun integral di dalam kalimat, yang menunjukkan kewajiban menutup wajah, berdasarkan asumsi sahihnya sabab an-nuzûl. Ayat tersebut mengatakan “yudnîna ‘alayhinna min jalâbîbihinna”, maknanya adalah hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Kata min dalam ayat ini bukan untuk menunjukkan sebagian (li at-tab‘îdh), melainkan untuk menunjukkan penjelasan (li al-bayân), yakni “yurkhîna ‘alayhinna jalâbîbihinna (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka)”. Arti kata adnâ as-satr adalah arkhâhu (mengulurkannya hingga ke bawah bukan keatas sehingga menutupi wajah). Adnâ ats-tsawb (menurunkan pakaian) maknanya adalah arkhâhu (mengulurkan pakaian itu sampai ke bawah). Dan makna yudnîna adalah yurkhîna (mengulurkan sampai ke bawah). Dengan demikian ayat ini menunjukkan kepada jilbab yaitu sejenis baju kurung yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan niqob/cadar atau penutup wajah.
Juga Surat AnNur ayat 31 yang isinya sbb:
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.”
Tentang perhiasan yang biasa Nampak itu ya bagian tubuh/kulit bukan pakaian seperti pendapat yang dilontarkan oleh Ibnu Jarir, dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al Adawi adalah terlalu mengada-ngada. Karena berpendapat perhiasan yang biasa Nampak adalah pakaian, itu adalah pendapat yang kurang logis. Toh pakaian memang tidak mungkin untuk disembunyikan.
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka”
Menurut saya, ayat tersebut sudah menyatakannya secara jelas dan bukanlah sebagai ayat/dalil yang mewajibkan cadar. Karena Kata khumûr adalah bentuk jamak dari kata khimâr, yaitu kain untuk menutupi kepala. Sedangkan kata juyûb adalah jamak dari jayb yaitu tempat potongan (bukaan) jubah atau gamis. Maka Allah SWT memerintahkan agar kerudung dijulurkan ke atas leher dan dada. Hal itu menunjukkan wajibnya menutup leher dan dada. Allah SWT tidak memerintahkan untuk memakainya menutupi wajah. Hal ini mengisyaratkan bahwa wajah bukanlah aurat. Makna kata jayb bukanlah dada sebagaimana yang disalah pahami. Tetapi jayb dari gamis adalah tawq (kerah)-nya yaitu bukaannya yang ada di sekitar leher dan di atas dada. Menutupkan kain kerudung ke jayb adalah mengulurkan kain kerudung itu di atas kerah pakaian yang ada di leher dan dada. Jadi, perintah agar penutup kepala diulurkan ke atas leher dan dada itu merupakan pengecualian atas wajah. Sehingga hal itu menunjukkan bahwa wajah bukanlah aurat. Walhasil, tidak ada keharusan mengenakan cadar. Allah SWT juga tidak mensyariatkan cadar.
Adapun yang mewajibkan cadar hanya karena wajah wanita dapat menimbulkan fitnah seperti pada ormas Islam NU (Nahdatlul Ulama). NU pada mukhtamar yang ke VIII pada 12 Muharram 1352 H / 7 Mei 1933 menyatakan haram pada wanita yang bepergian tanpa menutup mukanya karena berpegang pada Kitab Bajuri Hasyiah Fatchul-Qarib Jilid. II Bab Nikah (Pendapat pertama yang menyatakan wajib cadar) dan mazhab Imam Syafi'i yang katanya Imam syafi'i mewajibkan cadar. Menurut beberapa sumber yang pernah saya baca, imam syafi'i tidaklah mewajibkan cadar karena beliau sendiri berpendapat bahwasannya wajah dan kedua telapak wanita bukanlah aurat. Tetapi para sahabat beliau berpendapat cadar itu disyari'atkan kepada wanita karena adanya kekhawatiran akan munculnya fitnah, dan beliaupun membenarkan pendapat tersebut. Perlu kita ketahui bahwasannya menjadikan kekhawatiran akan munculnya fitnah sebagai ‘illat pengharaman menampakkan wajah dan mewajibkan menutupinya, tidak terdapat nash syar’i yang menyatakannya, baik secara jelas (sharâhatan), melalui penunjukan (dilâlatan), lewat proses penggalian (istinbâthan), maupun melalui analogi (qiyâsan). Karenanya ’illat tersebut bukan merupakan ‘illat syar‘iyyah, akan tetapi merupakan ’illat aqliyah (’illat yang bersumber dari akal). Padahal, ‘illat ‘aqliyyah tidak ada nilainya di dalam hukum syara’. ’Illat yang diakui di dalam hukum syara’ hanyalah ‘illat syar‘iyyah, bukan yang lainnya. Jadi yang menyatakan wajib menutup wajah karena khawatir akan timbulnya fitnah artinya sama dengan telah mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allaw SWT.
Juga pada Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Janganlah kamu masuk menemui wanita-wanita.” Seorang laki-laki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana pendapat Anda tentang saudara suami (bolehkah dia masuk menemui wanita, istri saudaranya)? Beliau menjawab: “Saudara suami adalah kematian. (Yakni: lebih berbahaya dari orang lain).” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya)
Jika masuk menemui wanita-wanita bukan mahram tidak boleh, maka menemui mereka harus di balik tabir. Sehingga wanita wajib menutupi tubuh mereka, termasuk wajah.
Pendapat Hirasah Al-Fadhilah, hal 75, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid itu persis pada Surat Al Ahzab ayat 53 yang isinya sbb:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوْهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوْبِكُمْ وَقُلُوْبِهِنَّ
“Jika kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), hendaklah kalian memintanya dari belakang tabir (hijab).”
Ayat tersebut dinyatakan tentang isteri-isteri Nabi dan khusus bagi mereka; tidak ada hubungannya dengan Muslimah atau wanita mana pun selain isteri-isteri Nabi SAW. Yang memperkuat bahwa ayat tersebut khusus ditujukan bagi isteri-isteri Rasul SAW adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah RA, ia menuturkan:
“Aku sedang makan bersama Nabi SAW dalam sebuah mangkuk ceper dan besar. Lalu ‘Umar lewat. Maka Nabi pun memanggilnya lalu ia pun ikut makan. Jari-jemarinya menyentuh jari-jemariku. Maka ‘Umar lantas berkata, “Ah, andai saja ditaati, niscaya tidak satu mata pun yang akan memandang kalian (isteri-isteri Nabi).” Setelah itu, turunlah ayat mengenai hijab.” (HR al-Bukhârî)
Diriwayatkan dari ‘Umar RA, ia berkata: “Aku berkata, “Ya Rasulullah, orang-orang yang baik dan yang jahat masuk menemuimu. Andai saja para ibu kaum Mukmin (isteri-isteri Nabi SAW) itu mengenakan hijab?” Setelah itu, Allah SWT menurunkan ayat tentang hijab.” (HR al-Bukhârî)
Juga diriwayatkan bahwa ‘Umar RA pernah berjalan melewati isteri-isteri Nabi SAW dan mereka sedang bersama dengan kaum Muslimah lain di Masjid. ‘Umar lantas berkata: “Andai saja kalian isteri-isteri Nabi SAW mengenakan hijab niscaya kalian lebih utama atas kaum wanita lainnya, sebagaimana suami kalian lebih utama dari semua pria)”. Zaynab RA kemudian menimpali: “Wahai Ibn al-Khaththâb, sesungguhnya engkau telah tertipu atas (urusan) kami, sedangkan wahyu turun di rumah-rumah kami.” Tidak lama kemudian, turunlah ayat tentang hijab. (HR Thabrâni)
Para Sahabat Memandang Aneh Memakai Cadar
Diperoleh keterangan dalam Sunnah yang menunjukkan bahwa apabila pada suatu waktu ada wanita yang memakai cadar, maka hal itu dianggap aneh, menarik perhatian, dan menimbulkan pertanyaan, Abu Daud meriwayatkan dari Qais bin Syamas r.a., ia berkata, "Seorang wanita yang bernama Ummu Khalad datang kepada Nabi saw. sambil memakai cadar (penutup muka) untuk menanyakan anaknya yang terbunuh. Lalu sebagian sahabat Nabi berkata kepadanya, 'Anda datang untuk menanyakan anak Anda sambil memakai cadar?' Lalu dia menjawab, 'Jika aku telah kehilangan anakku, maka aku tidak kehilangan perasaan maluku.
Jika cadar itu sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu, maka tidak perlulah si perawi mengatakan bahwa dia datang dengan "memakai cadar," dan tidak ada artinya pula keheranan para sahabat dengan mengatakan, "Anda datang untuk menanyakan anak Anda sambil memakai cadar?"
Bahkan dari jawaban wanita itu menunjukkan bahwa perasaan malunyalah yang mendorongnya memakai cadar, bukan karena perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan seandainya cadar itu diwajibkan oleh syara', maka tidak mungkin ia menjawab dengan jawaban seperti itu, bahkan tidak mungkin timbul pertanyaan dari para sahabat dengan pertanyaan seperti itu, karena seorang muslim tidak akan menanyakan, "Mengapa dia melakukan shalat? Mengapa dia mengeluarkan zakat?" Dan telah ditetapkan dalam kaidah, "Apa yang sudah ada dasarnya tidak perlu ditanyakan 'illat-nya."
Teks ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan secara pasti bahwa ayat hijab ditujukan kepada isteri-isteri Nabi SAW dan tidak diperuntukkan bagi Muslimah lainnya. Jadi Cadar itu hanya diwajibkan kepada para istri Rasul saja dan bukan untuk muslimah pada umumnya.
Ketehuilah sesungguhnya wajah dan kedua telapak tangan wanita bukanlah aurat. pendapat tersebut telah dikemukakan oleh sebagian besar imam mujtahid dari berbagai macam mazhab. Akan tetapi sesudah hal tersebut disepakati bersama, selang beberapa waktu kemudian, setelah daulah islam sedang dalam keadaan bobrok-bobroknya, imam mujtahid dari berbagai mazhab yang berbeda telah mewajibkan cadar bagi para muslimah.
Mungkin hanya itu saja sekilas pengetahuan saya tentang cadar yang sebagian informasi diambil dari buku Sistem Pergaulan Dalam Islam Karya: Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani yang disampaikan pada Catatan Akbar ini. Mohon maaf apabila para pembaca sekalian yang dirohmati oleh Allah SWT ada yang tersinggung dengan tulisan saya ini baik yang dituturkan secara sengaja ataupun tidak disengaja. Semoga informasi ini dapat diterima oleh pembaca dan juga bermanfaat. Jazakumullah.
Recent Comments